Ah, hari ini aku kembali nikmatin cahaya matahari pagi lagi, sudah sebulan ini aku terbangun kemudian bergegas mandi dan berangkat ke kantor. Senang rasanya mandangin pergerakkan awan di langit pagi, bawaan nya pengen senyum aja. Tapi kemudian cuaca cerah dan biru nya langit gak bertahan lama, datang si awan kelabu membawa rintikkan hujan nya ke bumi.
Kemudian lagi, aku berpikir. Ya, banyak sudah waktu aku habiskan untuk berpikir , terlalu rumit di dalam sini (Nunjuk kepala). Mari kita bawa postingan kali ini lebih mendalam.
Aku kangen Papa
Dia gak kemana-mana, masih ada. Tapi, kenyataan bahwa dia harus berbagi cinta dengan keluarga barunya sedikit membuatku iri. Papa dulu selalu jadi pahlawanku, dia selalu ada disaat mereka nge-bully aku. Papa pasti jadi orang yang pertama kali membelaku mati-matian, bahkan pada saat mama menyalahkan ku sekalipun. Papa sering berjuang mati-matian demi aku, Panas terik, hujan, dingin nya malam bukan apa-apa baginya demi memenuhi keinginanku.
Memandang keadaan saat ini aku diharuskan untuk belajar dewasa, mengerti bahwa papa kini tidak hanya milik aku dan mama saja. Sekarang aku seperti kepala keluarga sekaligus tulang punggung mama. Aku pintar menyembunyikan depresi ku dengan senyuman, Agar mama gak akan pernah tau kalau aku rapuh. Aku mau mama tetap mengenal Aku yang tangguh, berani, kuat dan tidak mudah menyerah.
Tapi sekali lagi, aku kangen papa. Pernah di saat jam 2 malam asma sialan ku kambuh, waktu itu belum punya oksigen pernafasan bantuan, alhasil mama jadi panik. Tapi, kemudian diantara hampir kehabisan nafas itu, terlintas bayangan dulu waktu papa masih tinggal dirumah. Panik nya papa beda sama panik nya mama. Papa pasti bakalan cari 1001 cara untuk bisa membawaku kerumah sakit, meski kadang sakitku cuma panas biasa. Dan malam itu, ketika aku sadar kenyataan sudah berubah, aku mencoba terus bernafas dan bernafas. Papa gak disini, kamu harus kuat, Ai. Ujarku pada diriku sendiri. Akhirnya Asma sialan itu berhenti bertingkah juga.
Belum selesai dengan masalah broken home, aku masih struggles dengan kehilangan di masa lalu, semua yang kenal aku pasti tau kalau aku kehilangan sahabat terbaik yang satu-satunya bisa mengerti aku. Mereka sempat melihatku dengan tatapan kasihan, sebagian lagi mencibir karena menganggapku terlalu berlebihan, namun tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa aku sekarang mengidap ganguan jiwa.
Well, biar ku ceritakan lagi kenapa aku menjadi pribadi yang berubah 360 derajat setelah kehilangan Sahabat.
Aku berbeda dengan kalian, yang bisa supel dan enerjik di sekolah. Aku pada umumnya sama dengan kebanyakkan anak sekolahan. Yang sedikit membedakan, dari SD aku sering di bully dan dikatain sama teman sekolah. Entah apa yang membuat mereka selalu mengatai aku, tapi yang jelas wajah-wajah penuh ejek itu masih membekas di kepalaku sampai sekarang. Kebanyakkan dari mereka yang suka meledekku adalah anak laki-laki. Waktu itu aku pernah di lemparin pake tusuk lidi, di siram pake air WC dan di ceburin ke dalam selokan dan di hina habis-habisan. Aku sudah merasakan semua nya. di usia ku yang masih muda saat itu, aku mengambil keputusan tepat untuk tetap bertahan dan cuek sampai lulus SD. tapi ada kalanya hal itu terlalu jauh dan membuatku menangis sendirian di pojokkan kelas.
Pem-bully-an tersebut berdampak pada perkembangan mentalku ketika mulai memasuki SMP, aku sulit menjadi diriku sendiri, cenderung berpura-pura agar bisa menempatkan diri dengan mereka yang normal. Jauh di dalam jiwaku, sebenarnya aku anak yang cenderung menyendiri dan pendiam. Aku takut membuka diri dengan mereka. Aku takut bilang kepada mereka kalau aku "berbeda". Aku takut mereka kembali mengejek dan menghinaku seperti di SD dlu. Dan jujur ku akui, aku belum sepenuhnya menjadi diriku sendiri sampai duduk di kelas 3 SMP. Disitu awal aku kenal sosok hebat yang bernama Nadya. Ketika memasuki ruang kelas 3 yang baru, aku masih bingung dan cemas karena tidak ada satupun dari mereka yang akrab denganku, sebagian pernah satu kelas denganku pas di kelas 1 namun tidak ada satupun dari mereka yang mau berbaik hati tersenyum ataupun menyapa ku. Kursi di belakang sudah di isi penuh oleh geng anak-anak "Populer" . sehingga yang tersisa hanya di depan. Aku pikir aku bakalan sendiri, duduk di depan memandangi papan tulis. Kemudian Nadya datang, menyadari hanya kursi depan yang kosong, dia pun menaruh tas nya di sebelahku. Saat itu dia tidak banyak berbicara, tapi dia SATU-SATUNYA yang memberikan senyum nya padaku. Aku mulai merasa di hargai saat itu. hari demi hari ku pelajari pribadinya, ternyata dia tidak se-angkuh yang mereka katakan. mereka selalu bilang "Nadya itu jutek, dia cuma mau temanan sama orang yang level nya sama kayak dia" dan baru kusadari itu semua BULLSHIT! mereka cuma iri dengan Nadya. Waktu berlalu, aku dan Nadya menjadi sahabat yang sulit terpisahkan saat itu. Meski masih kurasakan ejekkan mereka tentangku, tapi aku tidak sendiri, karena saat itu Nadya mengerti posisiku, dia pun mengalami hal yang sama.
Tiba saat nya masuk ke SMA. Aku memutuskan untuk masuk di Salah satu SMA favorit di samarinda saat itu, berkas dan keperluan lain sudah masuk. menjelang seminggu Masa Orientasi, Nadya menelponku.
"Da, kita masuk SMK aja yuk, yang di Jl Ahmad Dahlan." Suaranya terdengar cemas.
"Loh, kenapa emang, Yah(nama kecil Nadya)"
"Aku gak yakin kita bisa Survive di SMA favorit itu. Kita di SMK aja ya, temanin aku disana."
Aku sedikit bingung dengan nya saat itu, kenapa seorang Nadya bisa ragu. biasanya dia selalu pasti dalam membuat keputusan.
"Hmmm oke deh, aku bilang sama papaku dlu untuk masukan kita di SMK situ."
"Yang bener da? Seriusan??"
"Iyaaaaa. aku ngikut kamu aja"
Percakapan singkat itu merubah kehidupan kami selanjutnya. Kami menjadi perbincangan teman sekelas karena di anggap ga bisa berbaur dengan yang lain. Kami kembali mengalami yang nama nya Bullying. kali ini hampir satu sekolah menghakimi. Dari cara aku dan Nadya berpakaian, dari tas yang kami pakai, dari jam tangan, sepatu dll semua menjadi masalah bagi mereka. Hanya hitungan hari Nadya sudah menjadi Selebriti di sekolah. Semua cowok-cowok ganjen sibuk mencoba ngambil perhatian Nadya dengan manggil-manggil namanya,
handphone Nadya mulai penuh dengan SMS gombal najis yang bakalan langsung dia hapus. Kadang pas jam pelajaran banyak yang nelpon dan misscall. Namun, hal itu mengundang banyak kecemburuan dan rasa dengki dari kalangan cewek yang se angkatan maupun yang senior. Aku dan Nadya pernah di musuhin 1 kelas , karena Nadya dituduh ngambil pacar nya ehhmm sebut aja Sinta. Sinta waktu itu benci banget sama Nadya. berhubung geng mereka ada 9 orang(kalau gak salah) akhirnya aku yang satu-satunya membela Nadya.
Pengen rasanya Nonjok mereka ketika ngatain Nadya "Perempuan Laknat" APA HAK MEREKA ME-LAKNAT ?? mereka bukan Tuhan. Disini Anxiety disorder ku perlahan menggerogoti ku , tapi aku masih terlalu bodoh untuk menyadari nya. Setiap hari aku lewati dengan menahan emosi oleh sindiran dan kalimat kasar yang mereka lontarkan untuk ku dan Nadya. Nadya selalu jadi yang paling sabar. berbeda dengan ku. Pernah ada kasus aku dan Nadya hampir di keroyok kakak kelas. tapi gak jadi, karena mungkin mereka cuma berani rame-rame aja.Pas aku di panggil guru BP, Nadya pernah bilang "Da, aku percaya kok sama kamu, gak mungkin kamu yang salah. Bilang aja ini aku yang salah" Aku terdiam. Kenapa seorang Nadya mau mengorbankan diri untuk menerima hukuman ku?
"Gak Yah, ini kasusku. Bukan kamu yang salah. biar aja aku yang di skors"
"Ah sudah, biarin dah kita di Skors bedua, enak lagi bisa jalan kita ke SCP makan di foodcourt"
Dari situ aku mulai merasa arti seorang Sahabat. Dan semenjak saat itu juga perlahan trauma masa lalu ku menghilang. aku mulai open minded sama lingkungan sekitar, Nadya mengajarkan ku untuk tetap humble dan memaafkan mereka yang membenci kita. Masa-masa SMK adalah masa paling sulit bagi masa muda kami, karena kami selalu jadi orang yang dibenci dan dihina. tapi masa itu adalah masa dimana aku belajar untuk menjadi seorang sahabat sehidup semati. I always had her back, and vice versa. We rule our own imagination. We cried together. Kami merasakan susah dan senang nya menjadi anak sekolahan.
We ever thought that this world is unfair, we hate everyone. Its just me and you.
"Aku gak akan pernah bisa marah ke kamu, bun. Kita sudah lama sahabatan masa mau marahan..aku minta maaf sudah sempat melupakan kamu sesaat, tapi aku masih sahabatmu bun. aku masih bisa jadi orang yang selalu ada buat kamu"
Itu kalimat terakhir yang sampai sekarang jadi kenangan paling aku ingat dari Nadya. setelah 5 tahun bersahabat, akhirnya Tuhan memutuskan untuk memanggil Nadya untuk kembali. Disinilah puncak trauma ku semakin parah.
Setelah dia pergi, aku mengurung diri hampir berbulan-bulan di kamar, self-harmed, trying to overdoze myself, trying to choke my breath. yang aku pikir waktu itu adalah, aku cuma mau barengan lagi sama Nadya. Tanpa aku sadari, aku berubah. Aku kembali jadi AKU yang trauma waktu SD dulu, aku menutup diri, aku menjauhkan orang-orang yang pernah dekat denganku, aku membenci semua orang, aku bahkan membenci diriku sendiri. Aku sempat di kabarkan meninggal karena aku sama sekali gak keluar rumah berbulan-bulan. Karena orangtua ku khawatir, aku di bawa ke dokter, dan dokter itu bilang aku punya Anxiety disorder. Awalnya aku pikir dia becanda, mana mungkin ada penyakit aneh gitu nama nya. Tapi sejak saat itu aku mulai di beri obat-obat penenang seperti Xanax, Valium, Prozac anti depresan dll. Dunia ku berubah semenjak kehilangan Nadya. Aku sulit percaya dengan teman yang lain, terlebih lagi sudah sering di khianati.
Jadi , inti dari cerita panjang tersebut, aku hanya mau menyimpulkan bahwa kalian yang bilang aku berlebihan, mungkin gak ngerti gimana sulitnya aku untuk bisa menjadi pribadi yang terbuka lagi setelah kejadian waktu SD, dan gimana rasanya ketika satu-satunya kekuatan mu untuk bisa ceria lagi , hilang dari kehidupan mu. Bagaikan di tarik keluar dari lingkaran kegelapan kemudian ketika hampir sampai ke atas , kamu kembali di jatuhkan lagi.
Hakimi sesuka hati, karena aku tidak memungkiri kalau aku memang "berbeda" dari kalian. Tapi aku tidak gila seperti yang kalian pikir. Aku mungkin depresi, tapi tidak gila.
bagiku pengalaman memiliki sebuah ikatan persahabatan, hanya kurasakan dengan Nadya. Karena kami benar-benar berjuang bersama dalam penghakiman dan tatapan sinis dunia.
Sebagian memandang, persahabatan itu foto-foto bareng, jalan bareng, ketawa bareng, atau bolos bareng. Tapi Persahabatan yang aku punya tidak se-sederhana itu. kami sama-sama belajar menghadapi sakitnya dihina dan di tindas, sakitnya ucapan fitnah, sakitnya tatapan iri dan sinis kalian yang pernah benci dengan kami. Sakitnya perjuangan untuk sekedar bisa sedikit bernafas lega tiap hari nya, karena harus di tekan oleh hierarki sosial.
Hargai orang lain, baik itu orang tua, sahabat, saudara. karena ketika kamu merasa mereka akan selalu ada di hidupmu, suatu saat Tuhan bisa saja memanggil mereka, pertanyaan nya adalah... Seberapa keras usaha mu menjadi yang terbaik untuk mereka ketika mereka masih hidup?